Kuliah adalah tempat seseorang untuk
menuntaskan cita-citanya. Dan juga mungkin tempat di mana kita akan
mengenal sebuah dunia baru. Dunia ini begitu luas, sampai-sampai kita
tak sadar bahwa dunia itu sedikit demi sedikit mempengaruhi kita. Kita
tak heran banyak orang-orang yang pergi kuliah pulang ke kampung
halamannya sudah berubah drastis. Dari mereka yang sifatnya lugu menjadi
sok gaul, dari mereka yang sifatnya jelek bisa jadi pulang menjadi
orang yang alim banget. Inilah yang terjadi padaku, sebuah pengalaman
yang entah aku harus menyebutnya apa. Namaku Gun, sebut saja begitu.
Seorang mahasiswa fakultas Tehnik di kampus X, salah satu PTS terkenal
di kota Y.
Ada perasaan kangen
sebenarnya ama kampung halaman. Dan perasaan itu pun masih ada sampai
sekarang, maklum karena kesibukanku, aku pulang hanya setahun sekali.
Selain mengikuti organisasi kampus dan banyak ekstrakulikuler, aku juga
dihadapkan pada jadwal perkuliahan yang padat. Namun pada semester
kelima ini, aku mau mengambil cuti untuk beberapa waktu. Kabar tak enak
datang dari kampung halaman. Baru saja keluargaku di kampung halaman
mendapatkan musibah, sebuah kecelakaan. Ayah meninggal dan ibuku
mengalami koma. Sedangkan adikku baik-baik saja. Mulai dari sinilah
kehidupanku berubah.
Ayah yang satu-satunya orang yang membiayai
kuliahku pergi. Sehingga dari sini, aku harus membanting tulang
sendirian, untuk ibuku, adikku dan diriku sendiri. Akhirnya kuliah ini
aku tunda dulu. Aku mengajukan cuti satu semester. Waktu cuti itu aku
manfaatkan untuk membanting tulang. Aku tak bisa mengandalkan dari
warisan ayahku. Sebab kalau aku mengandalkannya, aku tak bisa membiayai
semua keperluan kami. Dan syukurlah aku diterima bekerja di sebuah
perusahaan swasta, walaupun berbekal kemampuanku di bidang analisis
data, aku mendapatkan gaji yang cukup.
Ibuku adalah seorang wanita
yang sangat cantik sebenarnya. Usianya baru 38 tahun. Ia menikah muda
dengan ayahku. Dan sampai sekarang ia tetap bisa menjaga kemolekan
tubuhnya. Pernah sih waktu masih remaja aku beronani membayangkan ibuku
sendiri. Tapi hal itupun tak berlangsung lama, hanya beberapa saat saja.
Dan adikku masih sekolah SMP, namanya Arin. Seorang gadis periang,
cantik dan imut. Banyak cowok2 yang tergila-gila pada adikku itu. Dan
paling tidak ada salah satu teman cowoknya yang pedekate ama dia, tapi
yaaa…masih takut-takut.
Dua minggu setelah kecelakaan itu, ibuku
sadar dari komanya. Mulanya ia tak ingat apa-apa, namun setelah tiga
hari berada di rumah, ia pun ingat. Tapi karena kondisinya yang masih
lemah, ia pun tak bisa berbuat banyak. Aku dan Arin gantian menjaganya.
Sebagai anak laki-laki satu-satunya beliau benar-benar menyayangiku.
Katanya ia mengingatkanku pada ayah. Aku tahu ia sangat shock dengan
kejadian yang baru saja menimpanya. Aku dan Arin terus berusaha
menghiburnya, sampai ia benar-benar sehat.
Hari itu seperti
hari-hari sebelumnya, tapi sedikit istimewa, karena teman-teman kuliahku
mau mengunjungiku. Ketika pulang kerja, kami sempatkan sejenak untuk
berkumpul. Mereka semua ikut berbela sungkawa terhadap keadaanku
sekarang. Tapi selain itu mereka mencoba menghiburku, ada-ada saja ulah
mereka, yaitu memberiku kaset bokep, dan majalah2 hardcore. Kata mereka,
“Ini buat menghibur loe sobat, biar nggak berduka terus”. Sialan. Tapi
nggak apa-apalah, soalnya juga sudah lama aku nggak nonton yang
begituan. Namun ternyata inilah sumber dari kejadian selanjutnya.
Aku
pulang dan aku lihat adikku sedang belajar di kamarnya. Ibuku sudah
bisa sedikit berjalan, walau masih berpegangan pada apapun yang ada di
dekatnya.
“Kau sudah pulang Gun?”, tanyanya.
“Iya bu”, kataku.
“Kalau mau makan, di meja makan tadi adikmu beli sesuatu”, kata ibuku.
“iya”, kataku singkat.
Singkatnya
aku mandi dan mengurung diri di kamar. Aku pun mulai menonton bokep dan
majalah-majalah hardcore. Mulanya sih agak aneh aja aku melakukan hal
ini, tapi rupanya sedikit bisa menghiburku. Jam menunjukkan pukul
sebelas malam, aku tak sadar kalau sudah lama aku berada di dalam kamar
mengocok sendiri punyaku dan menontoni tubuh para wanita itu. Aku keluar
kamar dengan maksud hati untuk makan apa pun yang ada di meja makan.
Ketika
keluar dari kamar, aku melewati kamar ibuku. Astaga, apa yang aku lihat
itu? Ibuku yang memakai daster itu tampak tersingkap dasternya,
sehingga aku bisa melihat CD-nya. Memang badannya masih mulus. Aku mulai
berpikiran jorok, ini pasti akibat barusan aku nonton bokep. Wajahnya
masih cantik, dan aku bisa melihat wajahnya yang polos ketika tidur. Aku
berdiri di pintu kamarnya, memang pintunya sengaja di buka agar
sewaktu-waktu kalau ia memanggilku aku bisa dengar. Entah setan mana
yang menguasaiku, akupun mengocok punyaku sambil membayangkan beliau
membelai punyaku. Aku kocok pelan-pelan. “Ohh….Mega..”, aku panggil nama
ibuku berbisik. Aku terus mengocok, makin lama makin cepat, dan maniku
muncrat…CROOT….CROTT…, banyak banget sampai mengotori lantai, buru-buru
aku bersihkan dengan kain pel yang ada di sebelah pintu. Entah kenapa
aku mulai berpikiran seperti itu. Namun rencana jelekku nggak sampai di
situ saja.
Esoknya, aku libur, sebab hari ini adalah hari sabtu.
Kantorku sabtu dan minggu libur. Arin sudah pergi ke sekolah. Aku bangun
agak kesiangan. Mungkin kelelahan karena peristiwa kemarin. Aku pun
entah dari mana punya pikiran yang aneh-aneh lagi. Aku berniat
memandikan ibuku, aku ingin melihat tubuhnya yang utuh. Aku pun ke kamar
ibuku, ia sudah bangun dan sedang bersiap mandi.
“Ibu, ibu mau mandi?”, tanyaku.
“Iya Gun”, katanya.
“Boleh Gun, mandiin ibu?”, tanyaku.
“Nggak usah Gun, ibu sudah bisa sendiri koq”, jawabnya.
“Nggak apa-apa bu, kondisi ibu masih belum pulih benar”, kataku merayu.
Tak punya pikiran lainnya, ibuku pun menjawab, “Baiklah”.
Akupun
mengantarnya ke kamar mandi. Inilah saatnya pikirku. Aku melihatnya
melepas daster, BH dan CD-nya satu per satu. Tampaklah dua buah toket
yang masih mancung dan miss-v yang aku ingin lihat dari dulu. Aku hanya
terbengong, dan tak terasa tongkolku sudah tengah. Darah mengalir cepat
ke ubun-ubunku.
“Kenapa Gun?”, tanya ibu.
“Ah..nggak apa-apa “, jawabku.
“Bajunya dilepas dong Gun, nanti basah”, kata ibuku. “Kamu belum mandi juga kan?”
“I…iya”,kataku.
Aku
pun melepas pakaianku. Ibuku agak terkejut melihat punyaku yang tegang.
Lalu dia duduk di pinggir bak mandi. Seakan mengerti, akupun mengambil
gayung dan menyiramkan ke tubuhnya. Ia membasuh mukanya, ia ganti
mengambil gayung dan menyiramkannya ke tubuhku. Kami benar-benar saling
menggayung. Tibalah saat menyabun. Aku mengambil sabun cair. Kusabuni
punggungnya. Busanya melimpah, lalu dari belakang aku menyusuri pundak,
hingga ke depan, aku agak takut menyentuh dadanya. Takut kalau dia
marah. Tapi ternyata tidak. Akupun sedikit membelai toketnya, dan agak
meremas. Kami diam, dan hanya bahasa tubuh saja yang saling berucap. Ku
basuh dari dadanya, hingga ke perut. Ketika mau menuju miss-v, ibuku
menahan.
“Jangan pakai sabun ini, tidak baik untuk kewanitaan”, katanya. “Bersihkan dulu tubuh ibu”.
Aku
pun menurut, aku guyang ia pakai air. Sabun yang ada di tubuhnya
hilang, lalu ia mengambil pembersih khusus kewanitaan. Lalu
menyerahkannya kepadaku. Aku mengerti lalu mulai menyabun tempat itu
pakai sabun tersebut. Mulanya aku hanya sekedar menggosok, tapi
lama-lama aku sedikit menyentuh kelentitnya, ibuku memejamkan mata
sejenak. Sepertinya ia keenakan, aku teruskan, namun aku tak berani
lama-lama. Ia agak tersentak ketika aku menyudahinya. Ia menghirup nafas
agak dalam, sepertinya ia sedikit horni.
Aku mengguyang air di
daerah kewanitaannya. Bersihlah sudah sekarang. Lalu giliranku. Aku
disabun oleh ibuku. Mula-mula punggung, dadaku yang bidang, lalu perut,
dan sampai di tongkolku yang tegang. Ia mengurut tongkolku sesaat, lalu
menggosok buah pelirku, sepertinya ia tahu bagian-bagian itu. Enak
sekali sentuhan ibuku.
“E…bu…boleh Gun minta sesuatu?”, tanyaku.
“Apa itu?”
“Gun
kan sudah dewasa, dan mengerti soal beginian. Kalau boleh aku ingin ibu
mengocok punya Gun sebentar bu”, aku mengatakan hal yang aneh-aneh.
Yang memang tak perkikirkan sebelumnya.
Ibuku terdiam.
“Maaf
bu, aku tak bermaksud demikian, hanya saja, aku sebagai laki-laki
normal siapa saja, pasti akan merasakan hal seperti ini”, kataku.
“Iya, ibu faham, anak ibu sudah dewasa”, katanya.
Tangannya
yang lembut itu pun akhirnya mengocok punyaku, membelainya. Oh…apa ini?
Aku serasa melayang. Ia benar-benar mengocok tongkolku yang sudah
tegang. Peristiwa itu sangat erotis sekali. CLUK….CLUK…CLUK…bunyi
tongkolku yang dikocok berpadu dengan air sabun. Busanya sangat banyak,
aku ingin sekali meremas toket ibuku.
“Bu, boleh Gun meremas dada ibu?”, tanyaku. “Gun sangat terangsang sekali”.
“Maafkan ibu nak, seharusnya tidak begini. Gun tak boleh macam-macam sama ibu, ibu sakit Gun”, kata ibu.
“Kalau ibu tidak mengijinkan juga tidak apa-apa, tapi Gun tidak tahan lagi”, kataku.
Aku
pun mencengkram pundak ibuku, pertanda mau orgasme. Ibuku tahu hal itu,
dan ia mengocok tongkolku dengan cepat, CROOT…..CROOT…..CROT….sperma
muncrat ke wajahnya, dadanya, dan perutnya. Banyak sekali. Sebagian
membeler di jemarinya.
“Sudah Gun?”, tanya ibu.
“I…iya…”, kataku lemas.
Ibuku lalu membersihkan spermaku yang ada di tubuhnya dengan membasuhnya dengan air.
“Jangan bilang ini sama Arin ya”, katanya. “Atau orang lain.”
Kami
segera keluar dari kamar mandi. Entah apa yang aku lakukan barusan.
Tapi aku sangat menikmatinya. Ibuku dan aku hanya memakai handuk saja.
Aku membawanya sampai ke kamar. Di kamar aku masih horny, dengan posisi
ibuku yang sekarang hanya pakai handuk saja, membuatku makin terangsang.
Aku tak kuasa menahan godaan ini. Setelah ibuku aku dudukkan. Aku duduk di sebelahnya.
“Bu, maaf kalau tadi Gun lancang di kamar mandi”, kataku.
“Tak apa-apa Gun, laki-laki normal pun pasti demikian, bahkan bisa lebih”, kata ibuku.
“Bu, apakah boleh Gun lihat lagi dada ibu?”, tanyaku.
“Buat apa Gun?”, tanyanya. “Ibu masih sakit Gun”.
“Sebentar saja bu, boleh ya?”, tanyaku.
“Baiklah”, katanya.
Ia
membuka handuknya, tampaklah dua buah bukit kembar yang aku inginkan.
Aku memegang putingnya, entah kenapa tiba-tiba aku menyusu di sana.
“Oh…Gun…jangan
Gun….ahkk”, ibuku tampak tak melawan walaupun aku menghisap susunya.
Mengunyah putingnya, menggigit dan meremas keduanya. Tak terasa, ia
sudah berbaring tanpa sehelai benang pun. Aku pun menciumi perutnya,
hingga ke miss-v-nya. Miss-v-nya yang keset membuatku makin bergairah.
Ibuku terus meronta jangan dan jangan. Aku tak peduli, nafsu sudah di
ubun-ubun. Ibuku tampak terangsang dengan perlakukanku itu. Ia pun
secara tak sengaja membuka pahanya, tongkolku sudah siap, dan aku sudah
ada di atas ibuku. Kedua bibir kemaluan bertemu. Ibuku tampak meneteskan
air mata.
“Maaf, bu, tapi Gun tak kuasa menahan ini”, kataku lagi.
Penisku
kugesek-gesekkan di bibir miss-v-nya. Agak geli dan enak. Ini adalah
aku melepaskan keperjakaanku kepada ibuku sendiri. Aku senggol-senggol
klitorisnya, ibuku memejamkan mata, ia menggelinjang, setiap kali kepala
penisku menyentuhnya. Lalu akupun memasukkannya. Miss-v-nya sudah basah
sekali. Tak perlu tenaga banyak untuk bisa masuk. SLEEB!! Sensasinya
luar biasa. Aku tak peduli ia ibuku atau bukan sekarang. Aku sudah
menggenjotnya naik turun. Pinggulku aku gerakkan maju mundur dengan
ritme sedang. Kurasakan sensai miss-v ibuku yang masih seret menjepit
tongkolku yang panjang dan besar itu. Aku usahakan ibuku juga merasakan
sensasi ini. Aku angkat bokongnya, aku remas. Kakinya mulai kejang dan
menjepit pinggangku.
“Ohh….Ahh…terus Gun…cepat selesaikan, cepat
Gun….”, kata ibuku. Ia mencengkram sprei tempat tidur. Ia menggigit
bibirnya. Wajahnya yang cantik dan bibirnya yang seksi membuatku
terangsang. Dadanya naik turun, oh…seksi sekali.
“Mega, tubuhmu
nikmat Mega…ahh….aku ingin ngentot terus denganmu, aku ingin keluar
Mega…OOHH…Ahhhh”, aku percepat goyanganku. Ibuku pun sepertinya mau
keluar, ia bangkit dengan bertumpu kepada kedua tangannya, pertanda
orgasme. Aku juga keluar. Spermaku muncrat di dalam rahimnya, aku tekan
kuat-kuat. Akhirnya fantasiku untuk ngentot dengan ibuku sendiri
kesampaian. Aku benamkan dalam-dalam penisku, sampai spermaku
benar-benar tak keluar lagi. Ibuku lemas. Ia masih beralaskan handuk
bekas mandi. Aku perlahan mencabut penisku. PLOP..!! suaranya ketika aku
cabut.
“Maafkan aku bu, tapi enak sekali”, kataku.
Aku
berbaring di samping ibuku. Ibuku memukulkan tangannya ke dadaku. “Kamu
bajingan!!” Ibuku lalu menangis. Ia membelakangiku, sambil memeluk
dirinya sendiri.
Butuh waktu lama untuk dirinya bisa diam. Sampai
kurang lebih 30 menit kemudian, nafsuku bangkit lagi, karena masih
melihatnya telanjang. Aku mempersiapkan penisku yang tegang lagi. Kali
ini bukan fantasi, inilah yang aku rasakan. Aku mendekatkan penisku ke
pantatnya, aku sentuh pinggulnya, lalu aku masukkan penisku ke
vaginanya. Nggak perlu susah-susah dan Bless….”Aah…Gun, kamu mau apa
lagi? Tidak cukupkah kamu menyiksa ibu?”
“Gun, tak tahan nih bu,
Gun jugakan masih perjaka”, kataku. Posisiku kini dari samping. Dan aku
keluar masukkan penisku. Pantatnya dan perutku beradu. Sensasinya luar
biasa. Pantatnya benar-benar seksi, semok dan menggiurkan. Aku tak butuh
waktu lama untuk bisa ejakulasi lagi di dalam rahimnya. Dan ketika
puncak itu aku memeluk ibuku.
Sensasinya aneh memang, tapi nikmat sekali. Setelah itu aku benar-benar memohon maaf.
“Maafkan Gun bu, maafkan Gun”, kataku.
Lalu
ibuku menyuruhku untuk keluar kamar. Aku pun keluar. Aku kembali ke
kamarku dan memikirkan apa yang terjadi barusan. Aku sudah menjadi anak
durhaka.
*******
Arin pulang. Ibuku bertingkah seperti
biasa. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tapi tatapan kami mempunyai
arti. Antara malu, takut dan senang aku bingung.
Esoknya, hari
minggu. Ibuku tampak agak senang. Kesehatannya sedikit pulih. Ia bisa
berjalan normal. Ia seolah melupakan kejadian kemarin. Apakah mungkin
gara-gara apa yang aku lakukan kemarin? Bisa jadi. Tak perlu waktu lama
memang untuk bisa mencerahkan wajahnya lagi. Ia sudah senang dengan
perkembangan kesehatannya.
Malamnya, ibuku ingin tidur di kamarku.
Entah kenapa ia ingin begitu. Dan aku pun mengiyakannya. Pukul 12
malam. Ketika Arin sudah tidur. Dan aku berada di samping ibuku. Kami
seranjang. Aku tahu bisa saja saat itu aku sudah bercinta dengannya,
tapi ada sesuatu yang membuat kami tidak melakukannya.
“Sepertinya kesehatan ibu mulai pulih akibat itu Gun”, katanya.
“Tapi inikan baru satu hari bu, dan Gun sangat menyesal melakukannya kemarin”, kataku.
Ibu
bangkit, lalu ia menurunkan celana pendekku. Tanpa babibu, ia sudah
mengulum penisku. Aku kaget mendapatkan sensasi itu. Tidak ada wajah
jaim, tidak ada rasa penyesalan seperti kemarin. Ia sudah mengulum
penisku, seorang Blow Jober pro. Ia mengocok, mengulum, menjilat. Dengan
ganas ia lumat tongkolku dengan mulutnya yang seksi itu. Ia juga
gesek-gesekkan ujung penisku ke putingnya, lalu ia jepit dengan dadanya.
Akupun tak menyia-nyiakan ini, aku segera melepas bajuku, lalu bajunya.
Kami sudah telanjang, dan ia masih mengoralku. Aku berbaring dengan
menikmati sensasi yang sedikit aneh, tapi nikmat. Oh tidak, rasanya aku
mau keluar….sedotannya benar-benar mantap. Aku tak kuasa lagi
dan…aahh..benar…CROT…CROT…CROT…spermaku tak sebanyak kemarin pagi. Tapi
cukup untuk memenuhi isi mulutnya. Ia menyedot spermaku sampai habis.
“Nih lihat”, kata ibuku sambil membuka sedikit mulutnya. Aku bisa lihat lidahnya yang terbungkus cairan putih spermaku.
“Ibu hebat”, kataku.
“Ibu masih belum puas”, katanya. Ia lalu menelan spermaku bulat-bulat.”Ah..”
Aku
bangkit dan langsung nenen. Aku menenen kepadanya seperti bayi, kali
ini kami All Out. Tidak seperti kemarin. Kami saling mendesat, saling
menggigit. Ibuku ada di atas, dan aku berbaring. Penisku sudah tegang
lagi dan mengacung ke atas. Ia berjongkok dan menuntun penisku masuk
miss-v-nya dengan tangannya. Ia pun naik turun sambil tangannya bertumpu
pada pahaku. Makin lama ia makin cepat gerakannya. Aku juga tak kuasa,
bahkan aku bisa-bisa jebol duluan. Ia tahu kalau aku mau jebol, Ia
hentikan gerakannya, ia ganti dengan meremas-remas telurku. Oh…ini baru,
tehnik baru. Ketika ia meremas telurku, tampak nafsuku yang sudah
dipuncak tiba-tiba hilang. Lalu setelah beberapa saat kemudian, ia
bergoyang lagi naik turun. Ia terus mengulangi hal itu kalau aku mau ke
puncak, rasanya spermaku berkumpul di ujung penisku. Cerita blowjob
hanya di kumpulanceritaseru.info Seolah-olah pijatan itu membuatku
seperti menahan bom. Dan benar, ketika ibuku mau orgasme, ia lebih cepat
bergerak. Ia naik turunkan lebih cepat dari sebelumnya, ia tak lagi
bertumpu di pahaku, tapi di dadaku. Dan ia mengigau, “Oh…Gun…Oh…anak
mama yang nakal….tongkolmu gedhe Gun. Nikmat banget. Ibumu ini jadi
budakmu Gun…Ahh…Sampai…sampai…ibu mau sampai, kamu juga ya sayang,
basahi rahim ibumu, hamili ibumu ini”.
Aku pun keluar dan langsung
bangkit memeluk ibuku. Kami orgasme bersama-sama. Vaginanya sangat
basah, begitu juga punyaku. Sperma itu masuk ke rahimnya lagi. Banyak
sekali, dan benar, spermaku tadi yang tertahan terkumpul di ujung dan
melepas dengan semprotan yang luar biasa. Kami berpandangan sesaat, aku
mencium bibirnya. Kami berciuman, aku masih memangkunya, dan tak perlu
waktu lama. Kami ambruk dan saling berpelukan. Kami tertidur.
******
Hubunganku
dan ibuku sendiri sekarang sudah seperti suami istri. Aku tak tahu
bagaimana kami menyebutnya. Setiap malam aku selalu melakukannya, bahkan
tidak tiap malam. Hampir setiap hari, dan kesehatan ibuku makin membaik
dari hari ke hari. Dokter pun terheran-heran dengan hal ini. Dan setiap
hari kami melakukan gaya yang berbeda-beda. Dan lambat laun hal ini pun
tercium oleh Arin.
Suatu saat ketika ibu tidur lebih awal,
sehabis main denganku. Aku nonton tv. Di ruang tengah tampak Arin juga
ada di sana. Aku duduk berdekatan.
“Aku tahu kakak gituan sama ibu”, kata Arin.
Aku kaget tentu saja.
“Gituan gimana?”, tanyaku jaim.
“Alaah, nggak usah sok alim deh kak. Kakak ngentot ama ibu kan?”, tanyanya.
“Kalau iya kenapa?”, tanyaku menantang.
“Asal ibu bahagia saja, Arin senang. Walau pun agak aneh rasanya kakak yang melakukan itu ama ibu”, katanya.
“Kamu kepengen ya?”,
“Nggak ah”
“Alah, kalau kau mau bilang aja, nggak usah malu-malu, atau kamu sudah pernah gituan ya?”
“Belum pernah, dan jangan ngejek ya!?”
“Kakak nggak percaya, kamu pasti udah nggak perawan”, kataku.
“Kakak jahat!”, katanya sambil memukul bahuku.
“Aduh, koq mukul”, kataku.
“Habisnya kakak jahat!”, katanya.
“Kau harus tahu, aku melakukan ini juga untuk kesembuhan ibu, semakin kakak melakukannya ibu semakin membaikkan?”
Arin diam sejenak, “Iya juga sih, ibu makin membaik”.
“Mau tau rahasia?”, tanyaku.
“Apa ?”, tanyanya.
“Sebenarnya sudah sejak dari dulu kakak ingin begini sama ibu”, kataku.
“Busett…kakak ternyata…”, Arin menggeleng-geleng.
“Yee…ini juga karena memang ibu wanita yang cantik”, kataku. “Apalagi kakak juga sudah dewasa kan?”
Entah
bagaimana aku juga ingin begitu dengan adikku. Melihat dia hanya pakai
celana pendek, bahkan aku bisa melihat putingnya yang menonjol.
Kebiasaan dia kalau di rumah tak pakai BH. Alasannya gerah. Jadi hal ini
pun membuatku makin terangsang.
Guna memancingnya aku keluarkan penisku. Dan mengurutnya.
“Kakak ngapain? Jorok ih”, katanya.
“Yeee…suka-suka dong”, kataku. Aku mengocok perlahan sambil menatap adikku itu. “Kamu boleh koq sentuh”
“Nggak ah..”, katanya.
“SENTUH!!”, aku sedikit membentak.
Adikku entah bagaimana ia tiba-tiba spontan menyentuh penisku.
“Nah, gitu…”, kataku. Sensasinya mulai aku rasakan. “Sekarang kocok dong!!”
“Udah ya kak, jangan deh”, katanya.
“Kocok!”, kataku.
Ia
menurut. Mungkin perbedaan sikapku yang tadi membuat ia sedikit kaget.
Aku tahu jantungnya berdegup kencang. Ia mengocoknya terus, tak
beraturan. Tapi itu saja sudah membuatku nikmat. Aku lalu merangkulnya
dan menciumnya, sembari ia masih mengocok. Ia kaget dan mencoba
melepaskan diri, tapi aku lebih kuasa. Adikku yang SMP itu kini first
kis denganku.
Lidahku menari-nari di dalam mulutnya, ia tampak
kewalahan, bahkan aku sigap kaosnya dan kuremas dadanya yang montok itu.
Lalu aku menyusu kepada adikku itu, aku lucuti pakaiannya, ia meronta,
“Kak…jangan…”
Terlambat sudah, aku sudah menduduki perutnya, ia
tak bisa ke mana-mana. Aku lucuti pakaianku, kini kami telanjang. Aku
julurkan penisku ke mulutnya.
“Ayo isep!”, kataku.
“Nggak ah kak, koq jadi gini sih”, katanya.
“Isep!”, kataku.
Ia
hanya nurut. Ia buka mulutnya dan aku jambak rambutnya. Kugerakkan
kepalanya maju mundur. Nikmat sekali. Tak perlu lama-lama, aku sudahi
permainan itu karena aku mengincar vaginanya. Segera, aku berbalik di
posisi 69. Aku menjilati miss-vnya. Vagina perawan
memang beda. Aku rasanya cairan itu membasahi mulutku. Lidahku terus
menari-nari di dalamnya. Sementara adikku mengulum penisku dengan
suara…”Hmmmhh…hmmmh…hmmmh…”
Cairan kewanitaan itu makin banyak.
Dan vagina itu basah sekali. Aku sudah benar-benar puas. Lalu aku
berbalik. Dan aku siap untuk menusukkan penisku yang besar dan panjang
ini ke vagina Arin yang sempit. Mulanya kepalanya yang masuk, sulit
sekali. Lalu aku dorong perlahan, aku tarik lagi, aku dorong lagi,
vaginanya berkedut-kedut meremas-remas punyaku. Punyaku serasa ingin dia
hisap.
“Kaakk….sakit kaak…jangan perkosa Arin”, katanya meminta.
“Nanti juga enak koq Rin”, kataku.
Dan
aku pun mulai mendorongnya sekuat tenaga. Arin memiawik tertahan.
Nafasnya memburu. Vaginanya berdenyut-denyut, ia menerima ransangan
penisku, aku mulai bergoyang teratur. Sembari aku menindihnya aku
menciumi bibirnya. Kakak adik ini sekarang sudah bersatu. Tak kusangka
penisku bisa masuk penuh memenuhi rongga vagina adikku sendiri. Kini aku
tak kuasa ingin keluar. Padahal juga baru sepuluh menit bergoyang. Dan
aku pun tak bisa menyia-nyiakan ini, aku memang ingin keluar.
“Rin,
kakak mau menghamili kamu….ahh…keluar riiinn…Akkkhh…aaahhkkk”, benar
sekali. Spermaku muncrat dengan energi penuh. Adikku merangkulku. Karpet
itu jadi saksi bahwa keperawanan adikku aku renggut. Agak lama kami
berpelukan dan berguling di karpet. Sampai kemudian aku cabut punyaku.
Dan melihat karpet itu bernoda.
Sperma tampak sedikit keluar dari
vaginanya, karena terlalu banyak yang keluar tadi. Malam itu aku
membopong adikku ke kamarnya. Ia menangis. Tentu saja ia kaget dengan
yang kulakukan barusan, bahkan ia kuperkosa.
“Maafkan kakak ya”, kataku. “Kalau kau mau marah, kakak ada di sini”
“Percuma
Arin marah, kakak sudah memerawaniku”, katanya. “Kakak harus janji,
selain ibu dan Arin, kakak nggak boleh dengan wanita lain!!”
“Baiklah kakak berjanji”, kataku.
“Mulai sekarang, Arin ingin jadi istri kakak”, katanya.
Setelah
itu, aku berterus terang kepada ibuku tentang kejadian tadi malam.
Ibuku tak marah. Ia mengerti keadaanku yang kecanduan sex. Boleh
dibilang, hubungan incest ini tak ada orang yang tahu. Bahkan ketika
ibuku melahirkan anak hasil hubungan kami, demikian juga Arin. Entahlah
ini namanya apa. Tapi kami berjanji akan menjaga anak-anak kami sampai
ia dewasa nanti. Dan yang pasti. Hari-hariku melakukan sex dengan mereka
berdua tak akan pernah usai. Dan anehnya setiap saat aku ingin sekali
melakukannya dengan mereka. Ibuku yang suka dan mahir blow job,
ditambah Arin yang vaginanya sempit membuatku ingin setiap hari
menggaulinya. Kau tahu kalau kalian menganggap kisah ini bualan, kalian
salah. aku benar-benar melakukannya dengan ibu dan adikku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar